Media sosial terbukti mendekatkan yang jauh. Ketidak terbatasan jarak dan waktu memudahkan kita untuk berinteraksi di dalamnya. Cara seseorang berinteraksi dan bersosialisasi semakin variatif sehingga menuntut media sosial untuk terus memenuhi kebutuhanya.
Berseluncur
ke dalam media sosial memang mengasyikan. Berjam-jam menatap layar gawai
terkadang terasa sangat singkat. Namun, apakah penggunaannya dengan waktu yang
lama sehat bagi manusia? Pasalnya, banyak studi mengasosiasikan penggunaaan
media sosial berlebihan mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Semakin lama
seseorang menghabiskan waktunya dengan
media sosial, menurut studi University of Pittsburgh School of Medicine,
semakin rentan ia terkena gangguan tidur dan depresi. Mengutip tulisan Gita
dalam laman National Geography, mengecek lini masa Twitter sebelum tidur
mempengaruhi gangguan tidur. Sejumlah remaja, menurut sebuah research, telah
mengidap Facebook depression –depresi disebabkan oleh penggunaan Fecbook yang
berlebihan.
Penggunaan media sosial yang berlebihan, lanjut research tersebut, memang menjadi faktor utama remaja terkena depresi.
Penggunaan media sosial yang berlebihan, lanjut research tersebut, memang menjadi faktor utama remaja terkena depresi.
FOMO, body
image, dan gangguan mental lainnya menjadi semakin trend akhir-akhir ini. Para
psikolog, peneliti, dan sebagian aktivis ramai menyuarakan bahaya media sosial
jika terlampau berlebihan dalam menggunakannya.
FOMO (Fear of Missing Out)
Menurut
kamus Oxford Fear of Missing Out adalah perasaan gelisah yang berlebih
jika tertinggal sesuatu yang sedang heppening, seringnya dirangsang oleh
feed di media sosial. Istilah psikologi ini semakin trend seiring
membeludaknya penggunaan media sosial dari masa ke masa.
Salah satu
studi yang dilakukan oleh JWT Intelligence Comunication yang dikutip dari salah
satu jurnal, membuktikan bahwa 70% orang dewasa mengalami FOMO. Kata Wortham
dalam tulisannya di New Your Times, saat seseorang masuk ke dalam media sosial
perasaan FOMO berkembang ke eskalasi yang lebih parah.
Kerap sekali
kita temukan orang-orang memposting hal-hal menarik dalam hidupnya. Puluhan
bahkan ratusan feed muncul di beranda media sosial. Terlebih bagi yang
memiliki lebih dari satu platform, pasti feed yang ia lihat semakin
banyak juga.Contohnya seperti photo kawan-kawan yang sedang berlibur ke luar
negri, makan hidangan yang lezat nan mahal, kuliah di luar negri, dan berbagai
segi keindahan hidup yang mereka miliki. Seolah mereka ingin mengungkapkan,
kata Raditya Dika, My life is better the yours.
Dalam
tulisan Kompas.com sebuah survey telah membuktikan bahwa sering melihat kerabat
atau orang-orang berpergian dan bersenang-senang, mampu membuat remaja merasa
FOMO seolah mereka sedang benar-benar
merasakan kenikmatan hidup.
Implikasinya
kita cenderung mengkomparasi kehidupan kita dengan orang lain sehingga merasa insecure
terhadap kehidupan kita sendiri, Kata
Bailey dalam ceramahnya di TED Talk.. Padahal, sesuatu yang ditampilkan
tak selalu sama sebagaimana adanya.
BODY IMAGE
Dalam buku
berjudul Body Image yang ditulis Sarah Grogan definisi body image adalah
persepsi, pikiran perasaan tentang gambaran tubuhnya. Fenomena ini kerap kali
kita temui di lingkungan kita. Saat seseorang mempersepsikan tubuh ideal lalu
membandingkan dirinya dengan gambaran tersebut akan memicu ketidak puasan pada
tubuhnya. Contohnya saja keluhan wanita masa kini. “Ah, pipiku tembeman!” atau
“Aku terlihat gemukan lagi nih”. Padahal jika dilihat seksama, masih jauh dari
kata gemuk atau obesitas.
Sejumlah
research telah membuktikan bahwa gejala body image didominasi oleh kaum hawa,
sedangkaan kaum adam cenderung lebih sedikit. Hal ini diakibatkan oleh gambaran
tubuh ideal yang diekspos oleh media sosial. Wanita berpikir bahwa memiliki
tubuh kurus, ramping, dan payu dara yang
besar akan memberikan kepuasan hidup. Sementara gambaran tubuh ideal laki-laki
ialah tubuh six-pack.
Aktris
berkaki panjang, tubuh sexi, dan payudara yang besar juga aktor berbusana
setengah telanjang dengan badan atletis membanjiri beranda media sosial kita
dewasa ini. Sehingga, imajinasi kita tentang kecantikan telah terbatasi oleh
gambaran di media sosial.
DEPRESI, STRESS, KEGELISAHAN, DAN INSECURITY
Baily
Parnell salah satu wanita yang paling berpengaruh di Kanada ini menyampaikan
ceramahnya dalam TED Talk tentang pengaruh media sosial terhadap kesehatan
mental. Ia juga menyebutkan menurut Canadian Association of Mental Health
pelajar tingkat 7-12 yang menggunakan media sosial lebih dari 2 jam per hari
riskan terkena depresi, gelisah, dan pikiran untuk bunuh diri. Penyebab lainnya
adalah sikap seseorang yang kerap kali membandingkan kehidupannya dengan orang
lain.
“We
struggle with insecurity because we compare our behind the scenes with everyone
else’s highlight reel”. Kata Parnell mengutip kata-kataSteven Furtick
seorang penulis ternama.
Masih mengutip Parnell, penyakit mental yang sering diderita oleh mahasiswa ialah: depresi, kegelishan, dan stress. Sedangkan stress yang ditimbulkan oleh media sosial disebabkan oleh FOMO, Highlight reel, social currency, dan online harassment.
Media
sosial, disamping efek positif yang ia berikan, menimbulkan dampak negatif pada
kesehatan mental seseorang. Penggunaanya dengan waktu yang lama mampu merusak kesehatan mental manusia.
0 komentar: